Kamis, 13 Agustus 2009

gdglglkjdflkgjldkfjgldkfgdnvblkdjgdfglkdfglkdglkdjfglkdjgldkjglkjglkdjg

Senin, 10 Agustus 2009

sejarah terjadinya luhak 50 koto

barebehtebeh is on a distinguished road
Default Melacak Jejak Payakumbuh Tempo Dulu: Rapat di Tanjung Himpun, Buat Sumur di Aia Tabik


Setelah anggota rombongan kaum 50 dari Pariangan Padang Panjang menyebar, dan sebagian memutuskan untuk menetap di daerah Kumbuah nan Payau, Aia Tabik, serta Titian Aka. Niniak nan Batigo atau Jano Katik di Aia Tabik, Rajo Panawa di Titian Aka, dan Barabih Nasi di Kumbuah Nan Payau (ada juga yang menyebut Jeno Kati, Rajo Pandawa, dan Prabu Nasti), memang sempat gusar.

Namun di sinilah letak egaliter orang Minang tempo doeloe. Ketiga niniak, justru menerima rombongan kaum 50 dengan tangan terbuka. Malahan, mereka menggelar musyawarah yang bisa jadi merupakan rapat perdana di Payakumbuh.

Musyawarah antara anggota rombongan kaum 50 dari Pariangan Padang Panjang, dengan niniak batigo yang sudah terlebih dahulu menghuni daerah sekitar Aia Tabik, Titian Aka, dan Kumbuah Nan Payau ini, menurut legenda, digelar di sebuah Tanjung di Aia Tabik.

Dalam musyawarah tersebut, anggota rombongan kaum 50 dari Pariangan Padang Panjang, sadar betul kalau mereka tinggal di daerah yang telah berpenghuni. Karena itu, mereka wajib mengikuti tatanan adat. Limbago mesti dituang, cupak meski diisi. Mereka tidak bisa semena-mena saja, tetapi harus seiya-sekata dengan pemilik daerah.

Sedangkan Jano Katik, Rajo Panawa, dan Barabih Nasi, nampaknya juga tidak mau mengedepankan kesombongan. Mereka, enggan bersikap primodialisme (kedaerahan) berlebihan. Tetapi justru menerima para pendatang dengan tangan terbuka. Sebab mereka sadar, masih banyak daerah yang bisa diteruka. Masih ada lahan yang belum dijadikan sawah. Masih ada tanah untuk dijadikan kebun.

Sikap kedua kubu yang bermusyawarah di Tanjug Himpun -demikian legenda menyebut nama Tanjung di Aia Tabik itu- memang pantas ditiru dan ditauladani. Apalagi pada zaman cybernet sekarang. Zaman dimana orang gampang untuk terpecah-belah. Hidup dengan berbagai warna dan bendera. Zaman dimana musyawarah mulai tidak menjadi raja. Zaman dimana anak muda suka mengedepankan ego masing-masing.

Kembali pada musyawarah antara anggota rombongan kaum 50 dari Pariangan Padang Panjang, dengan niniak batigo, yakni Jano Katik, Rajo Panawa, dan Barabih Nasi. Ternyata, berhasil melahirkan sebuah kesepakatan bermakna persaudaraan. Intinya, kaum 50 bersedia mengikuti aturan adat yang sudah ada.

Sedangkan niniak nan batigo, resmi menganggap anggota rombongan kaum 50 sebagai saudara mereka sendiri. Karena sudah saudara, mereka dibolehkan malaco atau meneruka di sekitar kawasan niniak nan bertiga.

Untuk lebih mempertegas hasil musyawarah ini, niniak nan batigo dan anggota rombongan kaum 50 menggali sebuah sumur alias "luak" di belakang rumah kaum Datuk Panjang, dalam nagari Aia Tabik. Sampai sekarang, sumur tersebut masih ada dan bisa dijadikan bukti sejarah bagi generasi masa depan.